MAKALAH PEMAHAMAN SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam
dasawarsa terakhir ini ada kecenderungan pergeseran pola penyakit fisik dan
akhirnya akan berdampak pada cara penanggulangannya.Dahulu, sebelum tahun
90-an, penyebab kematian terbesar adalah
acute disorder seperti tuberkulosis, cacar, lepra dan berbagai infeksi
yang diyakini disebabkan oleh virus dan bakteri. Oleh karena itu, cara
penanggulangannya juga lebih diarahkan kepada penggunaan obat-obatan untuk
penyembuhan berbagai macam penyakit.
Sejalan dengan kemajuan dalam bidang
kedokteran dan obat-obatan,
kecenderungan penyakit seperti di atas dapat berkurang. Namun dengan
ditemukannya berbagai macam obat yang manjur untuk berbagai penyakit yang
acute, bukan berarti masyarakat tenang karena penyakit telah dapat
ditanggulangi. Ternyata, di kemudian hari muncul penyakit-penyakit lain yang
diyakini oleh beberapa ahli tidak hanya disebabkan oleh virus dan bakteri
tetapi juga terkait dengan Jurnal pola-pola perilaku individu itu sendiri yang
kurang tepat dalam menjaga kesehatan, seperti munculnya kanker paru-paru,
kanker kulit, muntaber, demam berdarah. Sebenarnya penyakit penyakit seperti
ini dapat dicegah bila individu dapat selalu menjaga kebersihan, kesehatan dan
selalu mengembangkan kebiasaan perilaku yang sehat, seperti diet rendah kalori.
Penelitian telah mengindikasikan keuntungan kesehatan dengan mengkonsumsi diet
serat pada metabolisme lipid dan glukosa dan mencegah kolon kanker.
Oleh
karena itu, setelah tahun 90-an mulai
dikembangkan pendekatan biopsikososial yang lebih luas dari pendekatan
medis/biologis dalam mencegah dan menanggulangi berbagai macam penyakit dengan
mengembangkan perilaku sehat dalam masyarakat. Mengembangkan perilaku sehat ini
perlu dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dan sebaiknya
dilakukan sedini mungkin. Jika pada usia
dini anak-anak telah diajarkan dan dibiasakan berperilaku hidup sehat maka akan
mempermudah dalam penerapan selanjutnya. Yang menjadi permasalahan selanjutnya
adalah bagaimana cara mengajarkan pola perilaku hidup sehat sejak dinisampai
dewasa.
Salah
satu cara yang dapat dipakai untuk mengajarkan dan mengembangkan perilaku sehat
adalah dengan pendekatan belajar sosial/pemahaman sosial atau teorinya yg
disebut Social Learning Theory.
Pendekatan ini menekankan pada cara belajar
melalui observasi terhadap sesuatu contoh/model perilaku dan selanjutnya
observer akan mengimitasikannya dan menerapkan dalam perilakunya sendiri.
I.2 Tujuan Penulisan
Ø Untuk mengetahui tentang Social Learning
Teory/teory pemahaman sosial dan pengaruhnya dalam bidang kesehatan
Ø Untuk mengetahui aplikasi teori pemahaman
sosial
I.3 Rumusan Masalah
Ø Apa itu pemahaman social dan bagaimana
pengaruh pemahaman soaial dalam bidang kesehatan?
Ø Apa sajakah aplikasi teori dari pemahaman sosial
?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Teori Pemahaman Sosial & Pengaruhnya
dalam Bidang Kesehatan
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang lain/kelompok
lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka. Meskipun tak seorangpun
memiliki waktu atau energi yang tak terbatas untuk mengevaluasi secara cermat
suatu individu atau kelompok masyarakat tertentu.
Teori ini bertujuan sekaligus sebagai ilmu dinamika
psychososial didalam melancarkan perilaku kesehatan dan sebagai metode untuk
mempromosikan perubahan yang berhubungan dengan perilaku. Dalam teori ini,
perilaku manusia merupakan penjelasan terminology dari sebuah tritunggal, ilmu
dinamika, dan model timbal balik dalam perilaku, faktor personal, serta pengaruh
dari likngkungan. Diantara semuanya, faktor personal sangat penting karena ia
merupakan kemampuan dari setiap individu untuk melambangkan perilaku, untuk
mengharapkan hasil dari perilaku, untuk belajar dari berbagai pengamatan, untuk
memiliki kepercayaan dalam menunjukkan sebuah perilaku, untuk menentukan diri
sendiri atau untuk mengatur prilaku diri sendiri, dan untuk reflex serta
menganalisa pengalaman (Bandura, 1997).
Pendidik kesehatan dan para ahli ilmu perilaku dengan
kreatif menggunakan teori ini untuk mengembangkan intervensi, prosedur, atau
tekhnik yang dapat mempengaruhi pokok variable-variabel kognitif, dengan
demikian hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan perilaku. Cabang
provider ini adalah sebuah sejarah singkat dari perkembangan Social
Cognitive Theory, yang meliputi sebuah gambaran dari berbagai konsep kunci,
dan menganalisis dua contoh baru dari bagaimana teori ini digunakan untuk
mendesign program pendidikan dalam kesehatan.
Teori Pemahaman
Sosial ini dikembangkan oleh Bandura (West dan
Wicklund, 1980) yang pada dasarnya menguraikan ide bagaimana belajar dan
merubah perilaku, dan awalnya muncul sebagai kritik terhadap teori belajar
tradisional terhadap berbagai masalah yang kurang dapat diselesaikan. Masalah
itu misalnya bagaimana menciptakan kreativitas kalau hanya berdasarkan reinforcement semata, bagaimana memandang
proses belajar perilaku melalui trial
and error jika perilaku itu beresiko seperti belajar menyetir mobil, apakah
reinforcement selalu mutlak diberikan
dan sebagainya.Teori ini dalam menjelaskan terjadinya perilaku melibatkan aspek
kognitif, yang diartikan bagaimana manusia memikirkan sesuatu dan melakukan
interpretasi terhadap berbagai pengalaman yang diperoleh. Di samping itu, teori
ini menjelaskan bahwa perilaku yang baru
dan kompleks dapat diciptakan dengan observasi terhadap model yang dihadirkan
secara langsung ataupun tidak langsung
serta melalui mental reherseal.
Oleh karena itu, teori ini juga disebut observational learning theory. Di sini
individu juga dapat mengembangkan perilaku lewat self-administered reward dan mengembangkan
perilaku hanya dengan berpikir tentang suatu aktivitas.Selain yang tersebut di
atas teori ini juga berbeda dari teori
yang lain dalam menjelaskan terjadinya suatu perilaku, yaitu bahwa
perilaku terjadi dengan melibatkan
serangkaian proses psikologis.
Teori
Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep
:
1.
Determinis
Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan tingkah laku
manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara
determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi
tingkahlakunya dengan mengontrl lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol
oleh kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting
dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami
tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip
dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat
kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal
serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
2.
Tanpa
Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner dan Hull
terlalu bergantung pada renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang
kompleks harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang
malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menentukan
apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan
satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu
hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui
observasi tanpa ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan
oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3.
Kognisi
dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition): Teori belajar tradisional sering
terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan
proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
bagi tingkahlakunya sendiri.
Bandura : Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling
mempengaruhi
Bandura
melukiskan : Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia
dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif,
tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik
itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun
batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi
tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata
sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan
ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia
dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal
balik (Bandura, 1977).
.
Tahap-tahap
dalam Social/Observational Learning Menciptakan dan mengembangkan perilaku
melalui observational learning ini meliputi empat macam tahap, yaitu:
1.
Attentional
Processes
Individu
dapat belajar melalui observasi apabila ada model yang dihadirkan secara
langsung ataupun tidak langsung, dan secara akurat ada aspek-aspek yang relevan
dengan aktivitas model. Respon yang baru dapat dipelajari dengan cara melihat,
mendengarkan dan memperhatikan orang lain, maka perhatian dalam hal ini menjadi
sangat penting. Namun seperti yang kita ketahui tidak semua model yang
dihadirkan akan mendapatkan perhatian dari individu. Oleh karena itu, supaya
dapat mengamati dan belajar dari model maka perlu diarahkan dan ditingkatkan
perhatiaannya. Cara yang dipakai tidak selalu sama untuk semua orang, misalnya
anak-anak berbeda dari orang dewasa dalam mengarahkan perhatian. Namun secara
umum untuk meningkatkan perhatian dapat digunakan reward dan penonjolan pada kualitas model
misalnya model mempunyai daya tarik tertentu.Selain itu agar aktivitas model
dapat diperhatikan perlu beberapa strategi antara lain, penekanan pada
keistimewaan perilaku, ucapan ucapan yang menyertai model pada aspek yang pokok
dan strateginya, penjabaran aktivitas yang umum menjadi lebih spesifik dan
latihan awal untuk mendeteksi bagian-bagian yang sulit. Sebagai contoh apabila
mengajarkan anak supaya selalu menggosok gigi dapat dilakukan dengan menawarkan
sikat gigi yang menarik, pasta gigi ang tidak selalu pedas, model benar-benar
giginya sehat, putih dan sebagainya.
2.
Retention
Processes
Setelah
aktivitas model diobservasi langkah selanjutnya adalah proses encoding dalam bentuk visual dan atau verbal symbol. Informasi yang diperoleh ini selanjutnya akan
disimpan di memori dalam short-term
memory ataupun long-term memory. Namun
sebenarnya tidak semua informasi dari model akan disimpan oleh individu, jika
individu tidak berminat dan tidak perhatian biasanya informasi akan segera
dilupakan. Informasi yang diterima akan lebih fektif jika disampaikan model
secara visual ataupun verbal, tetapi untuk tahap perkembangan awal (anak-anak)
informasi secara visual ternyata lebih baik mengingat perkembangan verbal
anak-anak memang belum sempurna. Informasi yang sudah disimpan itu akan sangat
membantu individu apabila sering diulang dengan latihan.
3.
Production
Processes
Apa
yang telah disimpan dalam memori perlu diujudkan dalam bentuk aktivitas. Di
sini feedback dapat diberikan untuk
mengoreksi imitasi perilaku sehingga dapat dilakukan penyesuaian. Dalam proses
ini diperlukan syarat-syarat tertentu agar aktivitas dapat terwujud, yaitu:
·
Individu
mempunyai komponen skill yang mendukung terwujudnya aktivitas yang telah diamati.
·
Individu
mempunyai kapasitas fisik untuk melakukan koordinasi aktivitas tersebut.
·
Hasil
dari koordinasi ini dapat diamati.
Seperti
contoh mengajarkan anak menggosok gigi, anak memang mampu mengembangkan tangannya
untuk melakukan koordinasi gerakan naik, turun, memegang sikat gigi secara
benar dan dapat mudah melihat aktivitas tersebut.
4.
Motivational
Process
Di sini
reinforcement dapat digunakan sebagai motivator untuk
merangsang dan mempertahankan perilaku agar diwujudkan
secara
aktual dalam kehidupan. Menurut Bandura (West dan
Wicklund,
1980) ada tiga cara pemberian reinforcement, yaitu:
1)
Secara
langsung; reinforcement diberikan segera setelah perilaku muncul.
2)
Vicarious
reinforcement; hanya dengan melihat orang lain merasakan akibatnya seolah-olah berlaku pada diri
sendiri.
3)
Self-reward;
dengan cara memotivasi diri sendiri, misalnya mengatakan diri sendiri mampu
melakukan aktivitas.
Pada perilaku menggosok gigi inipun ketiga macam
reinforcement dapat dilakukan, seperti
anak merasa giginya bersih, segar, melihat model nafasnya lebih segar dan
sebagainya.
Namun,
penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada
proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi saja. Tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri
yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
1. Efikasi Diri (self Efficacy)
Bagaimana orang
bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara
lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan
dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang
memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi
diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil
·
Efikasi Diri atau
efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)
Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakanyangdiharapkan
Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakanyangdiharapkan
·
Ekspektasi Hasil
(outcomeexpectations) .
Perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dicapai, sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang dapat memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai).
Perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dicapai, sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang dapat memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai).
Dalam
hubungannya dengan kesehatan efikasi dirisangat meningkatkan pemahamantentang
bagaimanadan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak sehat dan sehat serta
bagaimana cara mengubahperilaku yang berpengaruh terhadap kesehatan.keyakinan
efikasi diri mempengaruhi kesehatan dalam dua arah. Pertama, efikasi diri mempengaruhi dalam adopsi perilaku
sehat,menguranmgi atau memberhentikan perilaku tak sehat dan pemeliharaan
perubahan perilaku dalam menghadapitantangan dan kesukaran. Kedua, Bendura mengatakan keyakinan efikasi diri mempengaruhi proses
fisiologis tubuh seperti stressyang mencakup sistem kekebalan kurangnya kendali
yang dirasakan atas permintaan lingkungan dapat meningkatkan kepekaan ke arah
tejadinya infeksiatau peradangan dan meningkatnya menjadi penyakit.
2. Efikasi Kolektif
Keyakinan
masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan
sosial tertentu, disebut efikasi kolektif Ini buka jiwa kelompok
tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama.
Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya
melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif.
Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk
berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif
yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja dan
penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling
melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan
dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional,
perusakan ozon, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatn, birorasi, perang,
kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
II.2 Aplikasi Teori
Belajar
melalui observasi ini akan melibatkan orang lain yaitu model dalam memperagakan
suatu aktivitas. Bandura mengusulkan tiga macam
pendekatan trtmen, yakni:
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
mengajari
klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya
karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai
relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang
menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan
di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut,
mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat
ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya
menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma
behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai
desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang
disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata,
biasanya diikuti dengan klien
berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu
oleh modelnya meniru tingkahlaku yang
dikehendaki, sampai akhirnya
mampu melakukan sendiri tanpa
bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita.
Kepuasan vikarious
(melihat model mendapat penguatan) mendorong klien
untuk
mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Pada prinsipnya fungsi model adalah untuk
mempengaruhi pemrosesan informasi (Bandura, 1986). Namun secara rinci dapat
dibedakan dalam berbagai macam fungsi, yaitu:
·
Instructor.
Di sini peran model mengajarkan keterampilan dan memberikan cara-cara untuk
mengorganisir keterampilan dalam struktur perilaku yang baru.
·
Inhibitor
dan disinhibitor. Di sini model dapat memperlemah atau memperkuat perilaku yang telah dipelajari. Model berfungsi
sebagai inhibitor apabila perilaku observer
menurun karena melihat akibat negatif pada model, dan sebaliknya sebagai
disinhibitor apabila perilaku observer
meningkat karena akibat positif pada model.
·
Facilitator.
Model menjadi lebih memperjelas perilaku yang telah dipelajari, misal cara
menggosok gigi yang benar, pemilihan sikat gigi dan sebagainya.
·
Stimulus
Enhancer. Model tidak hanya mendorong perilaku yang sama tetapi juga dapat
merangsang perilaku lain pada situasi yang berbeda. Hal ini dapat terjadi
karena adanya perhatian yang meluas, tidak hanya pada perilaku model tetapi
juga mungkin alat yang dipakai, misalnya sikat tidak hanya untuk gosok gigi.
·
Emotional
Arousal. Dalam interaksi umumnya melibatkan emosi dan model biasanya juga
memperlihatkan emosi tertentu yang selanjutnya akan membangkitkan emosi
observer.
Dalam kenyataanya fungsi model tidak selalu
tunggal tetapi dapat bersamaan seperti menjadi
instruktur, facilitator dan disinhibitor.
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan
Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan
teori pembelajara social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling ,
yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui
demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan.Meniru tingkah laku yang
ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi
yang disukai.
2. Peniruan
Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi
atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam
buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan
Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara
menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak
langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai
daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan
Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk
situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak
boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan
Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam
situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Penerapan dan Penelitian Social Learning
Theory
Banyak penelitian telah dilakukan berdasarkan
pendekatan teori ini, baik pada anak-anak, remaja dan orang tua, serta pada
berbagai kasus untuk orang normal ataupun mengalami gangguan. Penilitian
tersebut antara lain dilakukan oleh:
1. Andrews dkk. (1997), meneliti pengaruh model
orangtua terhadap kecenderungan pemakaian substance tertentu pada remaja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi hubungan keluarga yang baik/akrab
orangtua berpengaruh besar dalam memberi contoh anak-anaknya terhadap pemakaian
alkohol, mariyuana dan merokok.
2. Lockwood dan Kundan (1997), yang meneliti
tentang peran model terhadap perubahan
self-perception. Dalam penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa individu
dapat belajar dari orang lain bagaimana cara mengubah persepsi yang keliru
tentang kematian karena penyakit kanker serta bagaimana mengatasi masalah yang
berhubungan dengan penyakit kanker dan masalah perceraian sehingga tetap dapat
bertahan hidup.
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
·
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi
orang lain/kelompok lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka.
·
Pemahaman
sosial Dalam hubungannya dengan kesehatan sangat meningkatkan
pemahaman tentang bagaimana dan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak
sehat dan sehat serta bagaimana cara mengubah perilaku yang berpengaruh
terhadap kesehatan. Dimana
dalm pemahaman sosial menjelaskan tentang hubungan dan pengaruh lingkungan
(eksternal), pribadi (internal) mempengaruhi tingkah laku.
·
Dalam
aplikasi teori pemahaman sosial dalm kehidupan ada 3 pendekatan yanbg
diperlukan
1.
Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
2.
Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model
nyata,
3.
Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau
gambar.
III.2
Saran
·
Dalam
menuliskan atau menjelaskan Teori Social Learning hendaknya mempunyai
·
·
& mencari referensi yang lebih banyak
DAFTAR PUSTAKA
Bandura,
A. 1986. Social Foundations of Thought and Action: Social
Cognitive
Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Baron,
R.A. and Byrne. D. 1987. Social
Psychology: Understanding
Human
Interaction. 5
Behavior
and Healthy Eating? Journal of Health Psychology.
Vol.
(21) no. 2, 194-201.
No comments:
Post a Comment