Atom

Tuesday, June 4, 2013

MAKALAH PEMAHAMAN SOSIAL



MAKALAH PEMAHAMAN SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Dalam dasawarsa terakhir ini ada kecenderungan pergeseran pola penyakit fisik dan akhirnya akan berdampak pada cara penanggulangannya.Dahulu, sebelum tahun 90-an, penyebab kematian terbesar adalah  acute disorder seperti tuberkulosis, cacar, lepra dan berbagai infeksi yang diyakini disebabkan oleh virus dan bakteri. Oleh karena itu, cara penanggulangannya juga lebih diarahkan kepada penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit.
Sejalan dengan kemajuan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan,  kecenderungan penyakit seperti di atas dapat berkurang. Namun dengan ditemukannya berbagai macam obat yang manjur untuk berbagai penyakit yang acute, bukan berarti masyarakat tenang karena penyakit telah dapat ditanggulangi. Ternyata, di kemudian hari muncul penyakit-penyakit lain yang diyakini oleh beberapa ahli tidak hanya disebabkan oleh virus dan bakteri tetapi juga terkait dengan Jurnal pola-pola perilaku individu itu sendiri yang kurang tepat dalam menjaga kesehatan, seperti munculnya kanker paru-paru, kanker kulit, muntaber, demam berdarah. Sebenarnya penyakit penyakit seperti ini dapat dicegah bila individu dapat selalu menjaga kebersihan, kesehatan dan selalu mengembangkan kebiasaan perilaku yang sehat, seperti diet rendah kalori. Penelitian telah mengindikasikan keuntungan kesehatan dengan mengkonsumsi diet serat pada metabolisme lipid dan glukosa dan mencegah kolon kanker.
Oleh karena  itu, setelah tahun 90-an mulai dikembangkan pendekatan biopsikososial yang lebih luas dari pendekatan medis/biologis dalam mencegah dan menanggulangi berbagai macam penyakit dengan mengembangkan perilaku sehat dalam masyarakat. Mengembangkan perilaku sehat ini perlu dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dan sebaiknya dilakukan  sedini mungkin. Jika pada usia dini anak-anak telah diajarkan dan dibiasakan berperilaku hidup sehat maka akan mempermudah dalam penerapan selanjutnya. Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah bagaimana cara mengajarkan pola perilaku hidup sehat sejak dinisampai dewasa.
Salah satu cara yang dapat dipakai untuk mengajarkan dan mengembangkan perilaku sehat adalah dengan pendekatan belajar sosial/pemahaman sosial atau teorinya yg disebut Social Learning Theory. Pendekatan ini menekankan pada cara belajar  melalui observasi terhadap sesuatu contoh/model perilaku dan selanjutnya observer akan mengimitasikannya dan menerapkan dalam perilakunya sendiri.


I.2 Tujuan Penulisan
Ø  Untuk mengetahui tentang Social Learning Teory/teory pemahaman sosial dan pengaruhnya dalam bidang kesehatan
Ø  Untuk mengetahui aplikasi teori pemahaman sosial

I.3 Rumusan Masalah
Ø  Apa itu pemahaman social dan bagaimana pengaruh pemahaman soaial dalam bidang kesehatan?
Ø  Apa sajakah aplikasi teori dari pemahaman sosial ?

































BAB II
PEMBAHASAN


II.1 Teori Pemahaman Sosial & Pengaruhnya dalam Bidang Kesehatan
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang lain/kelompok lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka. Meskipun tak seorangpun memiliki waktu atau energi yang tak terbatas untuk mengevaluasi secara cermat suatu individu atau kelompok masyarakat tertentu.
Teori ini bertujuan sekaligus sebagai ilmu dinamika psychososial didalam melancarkan perilaku kesehatan dan sebagai metode untuk mempromosikan perubahan yang berhubungan dengan perilaku. Dalam teori ini, perilaku manusia merupakan penjelasan terminology dari sebuah tritunggal, ilmu dinamika, dan model timbal balik dalam perilaku, faktor personal, serta pengaruh dari likngkungan. Diantara semuanya, faktor personal sangat penting karena ia merupakan kemampuan dari setiap individu untuk melambangkan perilaku, untuk mengharapkan hasil dari perilaku, untuk belajar dari berbagai pengamatan, untuk memiliki kepercayaan dalam menunjukkan sebuah perilaku, untuk menentukan diri sendiri atau untuk mengatur prilaku diri sendiri, dan untuk reflex serta menganalisa pengalaman (Bandura, 1997).
Pendidik kesehatan dan para ahli ilmu perilaku dengan kreatif menggunakan teori ini untuk mengembangkan intervensi, prosedur, atau tekhnik yang dapat mempengaruhi pokok variable-variabel kognitif, dengan demikian hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan perilaku. Cabang provider ini adalah sebuah sejarah singkat dari perkembangan Social Cognitive Theory, yang meliputi sebuah gambaran dari berbagai konsep kunci, dan menganalisis dua contoh baru dari bagaimana teori ini digunakan untuk mendesign program pendidikan dalam kesehatan.
Teori Pemahaman Sosial ini dikembangkan oleh Bandura (West dan Wicklund, 1980) yang pada dasarnya menguraikan ide bagaimana belajar dan merubah perilaku, dan awalnya muncul sebagai kritik terhadap teori belajar tradisional terhadap berbagai masalah yang kurang dapat diselesaikan. Masalah itu misalnya bagaimana menciptakan kreativitas kalau hanya berdasarkan  reinforcement semata, bagaimana memandang proses belajar perilaku melalui  trial and error jika perilaku itu beresiko seperti belajar menyetir mobil, apakah reinforcement  selalu mutlak diberikan dan sebagainya.Teori ini dalam menjelaskan terjadinya perilaku melibatkan aspek kognitif, yang diartikan bagaimana manusia memikirkan sesuatu dan melakukan interpretasi terhadap berbagai pengalaman yang diperoleh. Di samping itu, teori ini  menjelaskan bahwa perilaku yang baru dan kompleks dapat diciptakan dengan observasi terhadap model yang dihadirkan secara langsung ataupun tidak langsung  serta melalui  mental reherseal. Oleh karena itu, teori ini juga disebut observational learning theory. Di sini individu juga dapat mengembangkan perilaku lewat  self-administered reward dan mengembangkan perilaku hanya dengan berpikir tentang suatu aktivitas.Selain yang tersebut di atas teori ini juga berbeda dari teori  yang lain dalam menjelaskan terjadinya suatu perilaku, yaitu bahwa perilaku terjadi  dengan melibatkan serangkaian proses psikologis.

Teori Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep :                                                   
1.      Determinis Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrl lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
2.      Tanpa Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3.      Kognisi dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition): Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkahlakunya sendiri.  

Bandura : Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling mempengaruhi
Bandura melukiskan : Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977).                          
.
Tahap-tahap dalam Social/Observational Learning Menciptakan dan mengembangkan perilaku melalui observational learning ini meliputi empat macam tahap, yaitu:
1.      Attentional Processes
Individu dapat belajar melalui observasi apabila ada model yang dihadirkan secara langsung ataupun tidak langsung, dan secara akurat ada aspek-aspek yang relevan dengan aktivitas model. Respon yang baru dapat dipelajari dengan cara melihat, mendengarkan dan memperhatikan orang lain, maka perhatian dalam hal ini menjadi sangat penting. Namun seperti yang kita ketahui tidak semua model yang dihadirkan akan mendapatkan perhatian dari individu. Oleh karena itu, supaya dapat mengamati dan belajar dari model maka perlu diarahkan dan ditingkatkan perhatiaannya. Cara yang dipakai tidak selalu sama untuk semua orang, misalnya anak-anak berbeda dari orang dewasa dalam mengarahkan perhatian. Namun secara umum untuk meningkatkan perhatian dapat digunakan  reward dan penonjolan pada kualitas model misalnya model mempunyai daya tarik tertentu.Selain itu agar aktivitas model dapat diperhatikan perlu beberapa strategi antara lain, penekanan pada keistimewaan perilaku, ucapan ucapan yang menyertai model pada aspek yang pokok dan strateginya, penjabaran aktivitas yang umum menjadi lebih spesifik dan latihan awal untuk mendeteksi bagian-bagian yang sulit. Sebagai contoh apabila mengajarkan anak supaya selalu menggosok gigi dapat dilakukan dengan menawarkan sikat gigi yang menarik, pasta gigi ang tidak selalu pedas, model benar-benar giginya sehat, putih dan sebagainya.




2.      Retention Processes
Setelah aktivitas model diobservasi langkah selanjutnya adalah proses  encoding dalam bentuk  visual dan atau  verbal symbol.  Informasi yang diperoleh ini selanjutnya akan disimpan di memori dalam  short-term memory ataupun  long-term memory. Namun sebenarnya tidak semua informasi dari model akan disimpan oleh individu, jika individu tidak berminat dan tidak perhatian biasanya informasi akan segera dilupakan. Informasi yang diterima akan lebih fektif jika disampaikan model secara visual ataupun verbal, tetapi untuk tahap perkembangan awal (anak-anak) informasi secara visual ternyata lebih baik mengingat perkembangan verbal anak-anak memang belum sempurna. Informasi yang sudah disimpan itu akan sangat membantu individu apabila sering diulang dengan latihan.
3.      Production Processes
Apa yang telah disimpan dalam memori perlu diujudkan dalam bentuk aktivitas. Di sini  feedback dapat diberikan untuk mengoreksi imitasi perilaku sehingga dapat dilakukan penyesuaian. Dalam proses ini diperlukan syarat-syarat tertentu agar aktivitas dapat terwujud, yaitu:
·         Individu mempunyai komponen skill yang mendukung terwujudnya aktivitas yang  telah diamati.
·         Individu mempunyai kapasitas fisik untuk melakukan koordinasi aktivitas tersebut.
·         Hasil dari koordinasi ini dapat diamati.
Seperti contoh mengajarkan anak menggosok gigi, anak memang mampu mengembangkan tangannya untuk melakukan koordinasi gerakan naik, turun, memegang sikat gigi secara benar dan dapat mudah melihat aktivitas tersebut.
4.      Motivational Process
     Di sini reinforcement dapat digunakan sebagai motivator untuk
merangsang dan mempertahankan perilaku agar diwujudkan secara
aktual dalam kehidupan. Menurut Bandura (West dan Wicklund,
1980) ada tiga cara pemberian reinforcement, yaitu:
1)      Secara langsung; reinforcement diberikan segera setelah perilaku muncul.
2)      Vicarious reinforcement; hanya dengan melihat orang lain merasakan      akibatnya seolah-olah berlaku pada diri sendiri.
3)      Self-reward; dengan cara memotivasi diri sendiri, misalnya mengatakan diri sendiri mampu melakukan aktivitas.
Pada perilaku menggosok gigi inipun ketiga macam reinforcement  dapat dilakukan, seperti anak merasa giginya bersih, segar, melihat model nafasnya lebih segar dan sebagainya.
Namun, penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi saja. Tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
1.    Efikasi Diri (self Efficacy)
Bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil                                             
·      Efikasi Diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)
Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakanyangdiharapkan
·      Ekspektasi Hasil (outcomeexpectations)                      .
Perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dicapai, sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang dapat memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai).
Dalam hubungannya dengan kesehatan efikasi dirisangat meningkatkan pemahamantentang bagaimanadan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak sehat dan sehat serta bagaimana cara mengubahperilaku yang berpengaruh terhadap kesehatan.keyakinan efikasi diri mempengaruhi kesehatan dalam dua arah. Pertama, efikasi diri mempengaruhi dalam adopsi perilaku sehat,menguranmgi atau memberhentikan perilaku tak sehat dan pemeliharaan perubahan perilaku dalam menghadapitantangan dan kesukaran. Kedua, Bendura mengatakan keyakinan efikasi diri mempengaruhi proses fisiologis tubuh seperti stressyang mencakup sistem kekebalan kurangnya kendali yang dirasakan atas permintaan lingkungan dapat meningkatkan kepekaan ke arah tejadinya infeksiatau peradangan dan meningkatnya menjadi penyakit.                                           
 
2. Efikasi Kolektif                                                                
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif                    Ini buka jiwa kelompok tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozon, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatn, birorasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.

II.2 Aplikasi Teori
Belajar melalui observasi ini akan melibatkan orang lain yaitu model dalam memperagakan suatu aktivitas. Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan trtmen, yakni:                                                                 
                                                  
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.                                                             

2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata,
biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu
oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya
mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.                                      

3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. 
    Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien 
     untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Pada prinsipnya fungsi model adalah untuk mempengaruhi pemrosesan informasi (Bandura, 1986). Namun secara rinci dapat dibedakan dalam berbagai macam fungsi, yaitu:
·         Instructor. Di sini peran model mengajarkan keterampilan dan memberikan cara-cara untuk mengorganisir keterampilan dalam struktur perilaku yang baru.
·         Inhibitor dan disinhibitor. Di sini model dapat memperlemah atau memperkuat perilaku  yang telah dipelajari. Model berfungsi sebagai  inhibitor  apabila perilaku  observer  menurun karena melihat akibat negatif pada model, dan sebaliknya sebagai disinhibitor  apabila perilaku  observer  meningkat karena akibat positif pada model.
·         Facilitator. Model menjadi lebih memperjelas perilaku yang telah dipelajari, misal cara menggosok gigi yang benar, pemilihan sikat gigi dan sebagainya. 
·         Stimulus Enhancer. Model tidak hanya mendorong perilaku yang sama tetapi juga dapat merangsang perilaku lain pada situasi yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena adanya perhatian yang meluas, tidak hanya pada perilaku model tetapi juga mungkin alat yang dipakai, misalnya sikat tidak hanya untuk gosok gigi.
·         Emotional Arousal. Dalam interaksi umumnya melibatkan emosi dan model biasanya juga memperlihatkan emosi tertentu yang selanjutnya akan membangkitkan emosi observer.
Dalam kenyataanya fungsi model tidak selalu tunggal tetapi dapat bersamaan seperti menjadi  instruktur, facilitator dan disinhibitor.
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajara social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan.Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.

3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Penerapan dan Penelitian Social Learning Theory
Banyak penelitian telah dilakukan berdasarkan pendekatan teori ini, baik pada anak-anak, remaja dan orang tua, serta pada berbagai kasus untuk orang normal ataupun mengalami gangguan. Penilitian tersebut antara lain dilakukan oleh:
1.      Andrews dkk. (1997), meneliti pengaruh model orangtua terhadap kecenderungan pemakaian substance tertentu pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi hubungan keluarga yang baik/akrab orangtua berpengaruh besar dalam memberi contoh anak-anaknya terhadap pemakaian alkohol, mariyuana dan merokok.
2.      Lockwood dan Kundan (1997), yang meneliti tentang peran model terhadap perubahan  self-perception. Dalam penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa individu dapat belajar dari orang lain bagaimana cara mengubah persepsi yang keliru tentang kematian karena penyakit kanker serta bagaimana mengatasi masalah yang berhubungan dengan penyakit kanker dan masalah perceraian sehingga tetap dapat bertahan hidup.

                                       















BAB III
PENUTUP



III. 1 Kesimpulan
·         Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang lain/kelompok lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka.
·         Pemahaman sosial Dalam hubungannya dengan kesehatan sangat meningkatkan pemahaman tentang bagaimana dan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak sehat dan sehat serta bagaimana cara mengubah perilaku yang berpengaruh terhadap kesehatan. Dimana dalm pemahaman sosial menjelaskan tentang hubungan dan pengaruh lingkungan (eksternal), pribadi (internal) mempengaruhi tingkah laku.
·         Dalam aplikasi teori pemahaman sosial dalm kehidupan ada 3 pendekatan yanbg diperlukan
1.      Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
2.      Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata,
3.      Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar. 

III.2 Saran
·         Dalam menuliskan atau menjelaskan Teori Social Learning hendaknya mempunyai
·          
·          & mencari referensi yang lebih banyak

















DAFTAR PUSTAKA


Bandura, A. 1986. Social Foundations of Thought and Action: Social
Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Baron, R.A. and Byrne. D. 1987.  Social Psychology: Understanding
Human Interaction. 5

Behavior and Healthy Eating? Journal of Health Psychology.
Vol. (21) no. 2, 194-201.

No comments:

Post a Comment