STANDAR PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT
Upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Standar Pelayanan Rumah
Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
` Mengingat
Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Standar
Pelayanan Rumah Sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak rumah
sakit dalam mengimplementasikan Standar Pelayanan Rumah Sakit tersebut perlu
dibuat Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Sehubungan dengan berbagai
kendala sebagaimana disebut di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah
sakit menginventarisasi semua kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan
berusaha mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah
sakit.
1.2
Tujuan
1.
Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit
2.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit
3.
Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
4.
Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit
5.
Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional
1.2
Pengertian
a.
Alat kesehatan adalah
instrumen, aparatus, mesin implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, serta pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
b.
Evaluasi adalah
proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit yang meliputi
penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan perbekalan farmasi,
pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik.
c.
Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah
pelayanan farmasi yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam
menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi
yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
d.
Obat yang
menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke dalam obat keras obat
keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada pasien oleh Apoteker.
e.
Pengelolaan perbekalan farmasi adalah
suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
f.
Pengendalian mutu adalah
suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang
untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil
sehingga terbentuk proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang
berkesinambungan.
g.
Perbekalan farmasi adalah
sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia,
radio farmasi dan gas medis.
h.
Perbekalan kesehatan adalah
semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan, yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen
dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi.
i.
Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah
semua peralatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian
di farmasi rumah sakit.
j.
Resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker,
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.
k.
Sediaan farmasi adalah
obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
BAB II
STANDAR PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT
2.1 Falsafah dan Tujuan
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit
tersebut.
Tujuan
pelayanan farmasi ialah :
a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c.
Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
d.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
e.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
f.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
g.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Tugas
Pokok & Fungsi
Tugas
Pokok
a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d.
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e.
Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit
Fungsi
A. Pengelolaan Perbekalan
Farmasi
a.
Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
B. Pelayanan Kefarmasian
dalam Penggunaan Obat dan AlatKesehatan
a.
Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d.
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f.
Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g.
Melakukan pencampuran obat suntik
h.
Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i.
Melakukan penanganan obat kanker
j.
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k.
Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l.
Melaporkan setiap kegiatan
2.2 Administrasi dan
Pengelolaan
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan
farmasi yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar
pelayanan keprofesian yang universal.
1. Adanya
bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
2. Bagan
organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap tiga tahun dan
diubah bila terdapat hal :
a.
Perubahan pola kepegawaian
b.
Perubahan standar pelayanan farmasi
c.
Perubahan peran rumah sakit
d.
Penambahan atau pengurangan pelayanan
3. Kepala
Instalasi Farmasi harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan
anggaran serta penggunaan sumber daya.
4. Instalasi
Farmasi harus menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan
masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut
disebar luaskan dan dicatat untuk disimpan.
5. Adanya
Komite/Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan apoteker IFRS (Insatalasi
Farmasi Rumah Sakit) menjadi sekretaris komite/panitia.
6. Adanya
komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu berpartisipasi
dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian atau
konferensi dengan pihak lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
7. Hasil
penilaian/pencatatan konduite terhadap staf didokumentasikan secara rahasia dan
hanya digunakan oleh atasan yang mempunyai wewenang untuk itu.
8. Dokumentasi
yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi terhadap
pelayanan farmasi setiap tiga tahun.
9. Kepala
Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
2.3 Staf dan Pimpinan
Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan
1.
IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
2.
Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker
yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit.
3.
Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin
kerja.
4.
Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya
Farmasi (D-3) dan Tenaga Menengah Farmasi (AA).
5.
Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek
hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi
maupun administrasi barang farmasi.
6.
Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk
melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian
wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
7.
Adanya uraian tugas job description bagi staf dan
pimpinan farmasi.
8.
Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan
dengan kebutuhan.
9.
Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas
farmasi atau tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki
kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
10. Penilaian
terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan
fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
2.4 Fasilitas dan
Peralatan
Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung
administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga
menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan
etis.
1.
Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin
semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai
dengan peraturan.
2.
Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar.
3.
Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4.
Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi.
5.
Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
6.
Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang
baik sesuai dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik.
7.
Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin
keamanan setiap staf.
2.5 Kebijakan dan
Prosedur
Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan
tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada
harus mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan
peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri.
1.
Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instalasi,
panita/komite farmasi dan terapi serta para apoteker.
2.
Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter
dan apoteker menganalisa secara kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat
dengan nama generik.
3.
Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa
hal berikut :
a.
Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah
dokter
b.
Label obat yang memadai
c.
Daftar obat yang tersedia
d.
Gabungan obat parenteral dan labelnya
e.
Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang
diberikan
f.
Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit
g.
Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat
jalan, karyawan dan pasien tidak mampu
h.
Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, pembuatan/ produksi, penyimpanan, pendistribusian dan
penyerahan
i.
Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat
dan efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta pencatatan
penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien
j.
Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi
k.
Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun
keluarga pasien dalam hal penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek
pengetahuan tentang obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan
obat
l.
Pemantauan terapi obat (PTO) dan pengkajian penggunaan obat
m.
Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka
secara organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi
n.
Prosedur penarikan/penghapusan obat
o.
Pengaturan persediaan dan pesanan
p.
Cara pembuatan obat yang baik
q.
Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf
r.
Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan
pengaturan/undang-undang
s.
Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin
t.
Peracikan, penyimpanan dan pembuangan obat-obat sitotoksik
u.
Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap
staf
4.
Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang
salah dan atau mengatasi masalah obat.
5.
Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan
rumah sakit lainnya.
2.6 Pengembangan Staf
dan Program Pendidikan
Setiap staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya.
1.
Apoteker harus memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun
program pengembangan staf.
2.
Staf yang baru mengikuti program orientasi sehingga mengetahui
tugas dan tanggung jawab.
3.
Adanya mekanisme untuk mengetahui kebutuhan pendidikan bagi
staf.
4.
Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan dan program pendidikan berkelanjutan.
5.
Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang
diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait.
6.
Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi :
a.
penggunaan obat dan penerapannya
b.
pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi
c.
praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi
2.7 Evaluasi dan
Pengendalian Mutu
Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian
yang bermutu tinggi, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik.
1. Pelayanan
farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan rumah sakit.
2. Mutu
pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan,
proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan.
3. Apoteker
dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu.
4. Kegiatan
pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut :
a.
Pemantauan : pengumpulan semua informasi yang penting yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi.
b. Penilaian
: penilaian secara berkala untuk menentukan
masalah-masalah pelayanan dan berupaya untuk
memperbaiki.
c.
Tindakan : bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka
harus diambil tindakan untuk memperbaikinya dan didokumentasi.
d.
Evaluasi : efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat
diterapkan dalam program jangka panjang.
e.
Umpan balik : hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan
kepada staf.
BAB III
ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
3.1 Bagan Organisasi
Organisasi
Kerangka Dasar
Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan
bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan kefarmasian.
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian
tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik
dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan
yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Contoh struktur organisasi
terlampir ( Lampiran 1 )
Disesuaikan
dengan situasi dan kondisi rumah sakit.
3.2 Peran Lintas
Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
3.2.1
Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada
di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga
kesehatan lainnya.
Tujuan
:
a.
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat,
penggunaan obat serta evaluasinya
b.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan
pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
dengan kebutuhan. (merujuk pada SK Dirjen Yanmed nomor YM.00.03.2.3.951)
3.2.1.1 Organisasi dan
Kegiatan
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan
yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi
rumah sakit setempat :
a.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurangkurangnya terdiri dari
3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional
yang ada.
b.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di
dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya
diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang
pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan
masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia
Farmasi dan Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasilhasil
rapat.
e.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
3.2.1.2
Fungsi dan Ruang Lingkup
a.
Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya.
Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
b.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui
atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis.
c.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan
yang termasuk dalam kategori khusus.
d.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah
sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit
dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada
staf medis dan perawat.
3.2.1.3
Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
a.
Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
b.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,
formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
c.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan
obat terhadap pihak-pihak yang terkait
d.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
3.2.1.4 Peran Apoteker
dalam Panitia Farmasi dan
Terapi
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting
karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di
seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar
hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit.
3.2.1.5
Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan
Terapi
a.
Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
b.
Menetapkan jadwal pertemuan
c.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
d.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
e.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan
pada pimpinan rumah sakit
f.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan
kepada seluruh pihak yang terkait
g.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam
pertemuan
h.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman
penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
i.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan
Panitia Farmasi dan Terapi
j.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k.
Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
l.
Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan
penggunaan obat pada pihak terkait
3.2.1.6 Formularium Rumah
Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh
Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada
setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi Formularium : Halaman judul, Daftar
nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, Daftar Isi, Informasi mengenai
kebijakan dan prosedur di bidang obat, Produk obat yang diterima untuk
digunakan, Lampiran.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
3.2.1.7
Pedoman Penggunaan Formularium
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk
kepada dokter, apoteker perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium. Meliputi :
a.
Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin
ilmu dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai
tujuan, organisasi, fungsi dan ruang
b.
lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem Formularium yang
diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
c.
Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.
d.
Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang
ditulis oleh Panitia Farmasi
e.
dan Terapi untuk menguasai sistem Formularium yang dikembangkan
oleh Panitia Farmasi dan terapi.
f.
Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
g.
Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di
Instalasi Farmasi.
h.
Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang
efek terapinya sama, seperti :
ü Apoteker
bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk
disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
ü Dokter
yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan pada
pertimbangan farmakologi dan terapi.
ü Apoteker
bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan
kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa
dan mengobati pasien.
3.2.2
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang
terdiri dari staf medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tujuan
1.
Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi
2.
Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan
digunakan di rumah sakit
3.
Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di
rumah sakit
4.
Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial di
rumah sakit
3.2.3
Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah
Sakit
Apoteker juga berperan dalam Tim/Panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain :
ü Panitia
Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
ü Tim
perawatan paliatif dan bebas nyeri
ü Tim
penanggulangan AIDS
ü Tim
Transplantasi
ü Tim
PKMRS, dan lain-lain.
3.3 Administrasi dan
Pelaporan
Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang
berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. Administrasi Keuangan Pelayanan
Farmasi merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan
informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan pelayanan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan.
Administrasi Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan
ü Tersedianya
data yang akurat sebagai bahan evaluasi
ü Tersedianya
informasi yang akurat
ü Tersedianya
arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
ü Mendapat
data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan
ü Agar
anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi dapat dikelola
secara efisien dan efektif.
Proses pendataan dan pelaporan dapat dilakukan secara :
ü Tulis
tangan, mesin tik
ü Otomatisasi
dengan menggunakan komputer soft ware
BAB IV
STAF DAN PIMPINAN
4.1 Sumber Daya Manusia
Farmasi Rumah Sakit
Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia
yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan
organisasi rumah sakit dengan persyaratan :
ü Terdaftar
di Departeman Kesehatan
ü Terdaftar
di Asosiasi Profesi
ü Mempunyai
izin kerja.
ü Mempunyai
SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga
farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan
baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan
jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap
keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan
pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja
dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.
4.1.1
Kompetensi Apoteker :
4.1.1.1
Sebagai Pimpinan :
ü
Mempunyai kemampuan untuk memimpin
ü
Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan mengembangkan
pelayanan farmasi
ü
Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
ü
Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain
ü
Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan
memecahkan masalah
4.1.1.2 Sebagai Tenaga
Fungsional
ü
Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
ü
Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
ü
Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
ü
Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
ü
Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan
ü
Dapat mengoperasionalkan komputer
ü
Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi
klinik.
ü
Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus
dijabarkan secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab,
hubungan koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi
sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi (Lampiran 2 ).
4.1.2
Analisa Kebutuhan Tenaga
4.1.2.1
Jenis Ketenagaan
a.
Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga :
ü Apoteker
ü Sarjana
Farmasi
ü Asisten
Apoteker (AMF, SMF)
b.
Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga :
ü Operator
Komputer /Teknisi yang memahami kefarmasian
ü Tenaga
Administrasi
c.
Pembantu Pelaksana
4.1.2.2
Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :
ü
Kapasitas tempat tidur dan BOR
ü
Jumlah resep atau formulir per hari
ü
Volume perbekalan farmasi
ü
Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan
kefarmasian)
4.1.2.3
Pendidikan
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan :
ü
Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas
fungsi
ü
Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab
ü
Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas
4.1.2.4
Waktu Pelayanan
ü
Pelayanan 3 shift (24 jam)
ü
Pelayanan 2 shift
ü
Pelayanan 1 shift
Disesuaikan dengan sistem pendistribusianperbekalan farmasi di
rumah sakit.
4.1.2.5
Jenis Pelayanan
ü
Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
ü
Pelayanan rawat inap intensif
ü
Pelayanan rawat inap
ü
Pelayanan rawat jalan
ü
Penyimpanan dan pendistribusian
ü
Produksi obat
BAB V
FASILITAS DAN PERALATAN
5.1 Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:
a. Lokasi
harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Terpenuhinya
luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah sakit.
c. Dipisahkan
antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung pada
pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
d. Dipisahkan
juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas kontaminasi.
e. Persyaratan
ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari
pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril,
non steril maupun cair untuk obat luar atau dalam.
5.1.1
Pembagian Ruangan
5.1.1.1
Ruang Kantor
ü
Ruang pimpinan
ü
Ruang staf
ü
Ruang kerja/administrasi
ü
Ruang pertemuan
5.1.1.2
Ruang Produksi
Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi, tertib, efisien untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan dipisahkan antara :
ü
Ruang produksi sediaan non steril
ü
Ruang produksi sediaan steril
5.1.1.3
Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi temperatur
sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas yang terdiri dari :
a.
Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan
ü Obat
jadi
ü Obat
produksi
ü Bahan
baku obat
ü Alat
kesehatan dan lain-lain.
b.
Kondisi Khusus untuk Ruang Penyimpanan
ü Obat
termolabil
ü Alat
kesehatan dengan suhu rendah
ü Obat
mudah terbakar
ü Obat/bahan
obat berbahaya
ü Barang
karantina
5.1.1.4
Ruang Distribusi/Pelayanan
Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah
sakit:
ü
Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik)
ü
Ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan persiapan
obat
ü
Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
ü
Ruang distribusi untuk melayani kebutuhan ruangan
- Ada ruang khusus/terpisah dari ruang penerimaan barang dan
penyimpanan barang
- Dilengkapi kereta dorong trolley
5.1.1.5
Ruang Konsultasi
Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi
pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
ü
Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik)
ü
Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat inap
5.1.1.6
Ruang Informasi Obat
Sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan teknologi
komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk mempermudah
pelayanan informasi obat.
Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi
obat :
ü
200 tempat tidur : 20 meter2
ü
400-600 tempat tidur : 40 meter2
ü
1300 tempat tidur : 70 meter2
5.1.1.7 Ruang Arsip
Dokumen
Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara
dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai hukum,
aturan, persyaratan, dan tehnik manajemen yang baik
5.2 Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun
cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif
pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk
peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia :
a.
Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril maupun
aseptik
b.
Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c.
Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
d.
Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
e.
Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
f.
Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik
g.
Alarm
Macam-macam
Peralatan
5.2.1
Peralatan Kantor
ü Furniture
( meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain )
ü Komputer/mesin
tik
ü Alat
tulis kantor
ü Telpon
dan Faximile
*
Disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit
5.2.2
Peralatan Produksi
ü Peralatan
farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik nonsteril maupun
steril/aseptik
ü Peralatan
harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan obat yang baik
5.2.3
Peralatan Penyimpanan
5.2.3.1
Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
ü
Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan
ü
Lantai dilengkapi dengan palet
5.2.3.2
Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
ü
Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
ü
Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara
berkala
ü
Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika
ü
Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan
limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin
keamanan petugas, pasien dan pengunjung
5.2.4 Peralatan
Pendistribusian/Pelayanan
ü Pelayanan
rawat jalan (Apotik)
ü Pelayanan
rawat inap (satelit farmasi)
ü Kebutuhan
ruang perawatan/unit lain
5.2.5 Peralatan Konsultasi
ü Buku
kepustakaan, bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain
ü Meja,
kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk menyimpan medical
record
ü Komputer
ü Telpon
ü Lemari
arsip
ü Kartu
arsip
5.2.6
Peralatan Ruang Informasi Obat
ü Kepustakaan
yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
ü Peralatan
meja, kursi, rak buku, kotak
ü Komputer
ü Telpon
– Faxcimile
ü Lemari
arsip
ü Kartu
arsip
ü TV
dan VCD ( disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit )
5.2.7
Peralatan Ruang Arsip
ü Kartu
Arsip
ü Lemari
Arsip
BAB VI
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
6.1 Pengelolaan
Perbekalan Farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Tujuan
a.
Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b.
Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
c.
Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d.
Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e.
Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
6.1.1
Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.
6.1.2
Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung
jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman
Perencanaan
ü DOEN,
Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang
berlaku.
ü Data
catatan medik
ü Anggaran
yang tersedia
ü Penetapan
prioritas
ü Siklus
penyakit
ü Sisa
persediaan
ü Data
pemakaian periode yang lalu
ü Rencana
pengembangan
6.1.3
Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui :
a.Pembelian
:
ü
Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
ü
Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan
b.Produksi/pembuatan
sediaan farmasi:
ü
Produksi Steril
ü
Produksi Non Steril
c.Sumbangan/droping/hibah
6.1.4
Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi :
ü Sediaan
farmasi dengan formula khusus
ü Sediaan
farmasi dengan harga murah
ü Sediaan
farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
ü Sediaan
farmasi yang tidak tersedia dipasaran
ü Sediaan
farmasi untuk penelitian
ü Sediaan
nutrisi parenteral
ü Rekonstruksi
sediaan obat kanker
s6.1.6 Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan:
ü Dibedakan
menurut bentuk sediaan dan jenisnya
ü Dibedakan
menurut suhunya, kestabilannya
ü Mudah
tidaknya meledak/terbakar
ü Tahan/tidaknya
terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan
6.1.7
Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang
atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
ü Efisiensi
dan efektifitas sumber daya yang ada
ü Metode
sentralisasi atau desentralisasi
ü Sistem
floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
6.2 Pelayanan
Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku
apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Tujuan
:
a.
Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit
b.
Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat
c.
Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain
yang terkait dalam pelayanan farmasi
d.
Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional
6.2.1
Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi :
ü Nama,
umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
ü Nama,
nomor ijin, alamat dan paraf dokter
ü Tanggal
resep
ü Ruangan/unit
asal resep
Persyaratan
farmasi meliputi :
ü Bentuk
dan kekuatan sediaan
ü Dosis
dan Jumlah obat
ü Stabilitas
dan ketersediaan
ü Aturan,
cara dan tehnik penggunaan
Persyaratan
klinis meliputi :
ü Ketepatan
indikasi, dosis dan waktu penggunaan
ü obat
ü Duplikasi
pengobatan
ü Alergi,
interaksi dan efek samping obat
ü Kontra
indikasi
ü Efek
aditif
6.2.2
Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
Tujuan
ü Mendapatkan
dosis yang tepat dan aman
ü Menyediakan
nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau
emperal
ü Menyediakan
obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu.
ü Menurunkan
total biaya obat
6.2.3 Pemantauan Dan
Pelaporan Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Tujuan
:
ü Menemukan
ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang.
ü Menentukan
frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru
saja ditemukan.
ü Mengenal
semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping
Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan
:
ü Menganalisa
laporan Efek Samping Obat
ü Mengidentifikasi
obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat
ü Mengisi
formulir Efek Samping Obat
ü Melaporkan
ke Panitia Efek Samping Obat Nasional
Faktor
yang perlu diperhatikan :
ü Kerjasama
dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
ü Ketersediaan
formulir Monitoring Efek Samping Obat
6.2.4
Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan :
ü Menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah
sakit.
ü Menyediakan
informasi untuk membuat kebijakankebijakan yang berhubungan dengan obat,
terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
ü Meningkatkan
profesionalisme apoteker.
ü Menunjang
terapi obat yang rasional.
Kegiatan :
ü Memberikan
dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif.
ü Menjawab
pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau
tatap muka.
ü Membuat
buletin, leaflet, label obat.
ü Menyediakan
informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit.
ü Bersama
dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap.
ü Melakukan
pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya.
ü Mengkoordinasi
penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan :
ü Sumber
informasi obat
ü Tempat
ü Tenaga
ü Perlengkapan
6.2.5
Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan
:
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas,
cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan
:
ü Membuka
komunikasi antara apoteker dengan pasien.
ü Menanyakan
hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan
metode open-ended question
ü Apa
yang dikatakan dokter mengenai obat
ü Bagaimana
cara pemakaian
ü Efek
yang diharapkan dari obat tersebut.
ü Memperagakan
dan menjelaskan mengenai carapenggunaan obat
ü Verifikasi
akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
ü Faktor
yang perlu diperhatikan :
Kriteria
pasien :
ü Pasien
rujukan dokter
ü Pasien
dengan penyakit kronis
ü Pasien
dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi
ü Pasien
geriatrik.
ü Pasien
pediatrik.
ü Pasien
pulang sesuai dengan kriteria diatas
Sarana
dan Prasarana :
ü Ruangan
khusus
ü Kartu
pasien/catatan konseling
6.2.6 Pemantauan Kadar
Obat Dalam Darah
Melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. Tujuan :
ü Mengetahui
kadar obat dalam darah
ü Memberikan
rekomendasi kepada dokter yang merawat
Kegiatan
:
ü Memisahkan
serum dan plasma darah
ü Memeriksa
kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM
ü Membuat
rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan
Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan :
ü Alat
Therapeutic Drug Monitoring
ü Reagen
sesuai obat yang diperiksa
BAB VII
PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN
7.1 Pendidikan dan
Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan
pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan
dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan di bidang kefarmasian.
Pendidikan dan Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber
daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk meningkatkan potensi dan
produktifitasnya secara optimal, serta melakukan pendidikan dan pelatihan bagi
calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan di
bidang farmasi rumah sakit.
7.1.1
Tujuan
7.1.1.1
Tujuan Umum :
a.
Mempersiapkan sumber daya manusia Farmasi untuk dapat
melaksanakan rencana strategi Instalasi farmasi di waktu mendatang.
b.
Menghasilkan calon Apoteker, Ahli Madya Farmasi, Asisten
Apoteker yang dapat menampilkan potensi dan produktifitasnya secara optimal di
bidang kefarmasian.
7.1.1.2
Tujuan Khusus :
a.
Meningkatkan pemahaman tentang farmasi rumah sakit
b.
Memahami tentang pelayanan farmasi klinik
c.
Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang kefarmasian.
7.1.2
Ruang Lingkup Kegiatan
a.
Pendidikan formal
b.
Pendidikan berkelanjutan (internal dan eksternal)
c.
Pelatihan
d.
Pertemuan ilmiah (seminar, simposium)
e.
Studi banding
f.
Praktek kerja lapangan
7.2 Penelitian Dan
Pengembangan
7.2.1
Penelitian
Penelitian
yang dilakukan apoteker di rumah sakit yaitu :
a. Penelitian
farmasetik, termasuk pengembangan dan menguji bentuk sediaan baru. Formulasi,
metode pemberian (konsumsi) dan sistem pelepasan obat dalam tubuh Drug
Released System.
b. Berperan
dalam penelitian klinis yang diadakan oleh praktisi klinis, terutama dalam
karakterisasi terapetik, evaluasi, pembandingan hasil Outcomes dari
terapi obat dan regimen pengobatan.
c. Penelitian
dan pengembangan pelayanan kesehatan, termasuk penelitian perilaku dan
sosioekonomi seperti penelitian tentang biaya keuntungan cost-benefit dalam
pelayanan farmasi.
BAB VIII
EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU
8.1 Tujuan
8.1.1
Tujuan Umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.
8.1.2
Tujuan Khusus
ü Menghilangkan
kinerja pelayanan yang substandar
ü Terciptanya
pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien
ü Meningkatkan
efesiensi pelayanan
ü Meningkatkan
mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik)
ü Meningkatkan
kepuasan pelanggan
ü Menurunkan
keluhan pelanggan atau unit kerja terkait
8.2 Evaluasi
8.2.1
Jenis Evaluasi
Berdasarkan
waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program evaluasi:
a.
Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan.
Contoh : pembuatan standar, perijinan.
b.
Konkuren : program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan. Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep
oleh Asisten Apoteker
c.
Retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan. Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.
8.2.2 Metoda Evaluasi
8.2.2.1 Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar
8.2.2.2
Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya,
penulisan resep.
8.2.2.3
Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
8.2.2.4
Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.
8.3 Pengendalian Mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap
perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluarsa, rusak
dan mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan Kesehatan,
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS) yang meliputi :
a.
Melaksanakan prosedur yang menjamin keselamatan kerja dan lingkungan.
b.
Melaksanakan prosedur yang mendukung kerja tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
.
8.3.1
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
ü Unsur
masukan (input) : tenaga/sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
ketersediaan dana
ü Unsur
proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi
ü Unsur
lingkungan : Kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen
ü Standar
– standar yang digunakan
ü Standar
yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal yang ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang dan standar lain yang relevan dan dikeluarkan oleh
lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan .
8.3.2
Tahapan Program Pengendalian Mutu
a.
Mendefinisikan kualitas pelayanan farmasi yang diinginkan dalam
bentuk kriteria.
b.
Penilaian kualitas pelayanan farmasi yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
c.
Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan.
d.
Penilaian ulang kualitas pelayanan farmasi.
e.
Up date kriteria.
8.3.3 Aplikasi Program
Pengendalian Mutu
Langkah – langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu :
a.
Memilih subyek dari program
b.
Karena banyaknya fungsi pelayanan yang dilakukan secara simultan
, maka tentukan jenis pelayanan farmasi yang akan dipilih berdasarkan prioritas
c.
Mendefinisikan kriteria suatu pelayanan farmasi sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diiginkan
d.
Mensosialisasikan kriteria pelayanan farmasi yang dikehendaki
e.
Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada
semua personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk mencapainya
f.
Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria
g.
Bila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
h.
Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
i.
Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
j.
Reevaluasi dari mutu pelayanan
8.3.4 Indikator dan
Kriteria
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan.
Makin sesuai yang diukur dengan indikatornya, makin sesuai pula
hasil suatu pekerjaan dengan standarnya. Indikator dibedakan menjadi :
ü Indikator
persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur terpenuhi
tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
ü Indikator
penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur tercapai
tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan. Indikator
atau kriteria yang baik sebagai berikut :
·
Sesuai dengan tujuan
·
Informasinya mudah didapat
·
Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai
interpretasi
·
Rasional
BAB IX
PENUTUP
Dengan ditetapkannya
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tidaklah berarti semua permasalahan
tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit menjadi mudah dan selesai. Dalam
pelaksanaannya di lapangan, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ini sudah barang
tentu akan menghadapi bebagai kendala, antara lain sumber daya manusia/tenaga
farmasi di rumah sakit, kebijakan manajeman rumah sakit serta pihak-pihak terkait
yang umumnya masih dengan paradigma lama yang “melihat” pelayanan farmasi di
rumah sakit “hanya” mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja.
Untuk keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di rumah sakit yang merupakan penjabaran
dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit, perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik
antara Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, sehingga pelayanan rumah sakit pada umumnya
akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi di rumah sakit akan
dirasakan oleh pasien/masyarakat.
No comments:
Post a Comment