Di minggu ini banyak pelajaran kehidupan yang saya
pelajari dari 2 kejadiaan yang terjadi di depan mata saya. Kejadian ini terjadi
tepatnya di kampung kecil, kampung tercinta, kampung kelahiran saya dan terjadi
di hari ini dan kemarin..
Hmm...
hati saya benar-benar merasa iba dan sedih melihat dinamika hidup ini. Saya akan
menulis salah satunya di postingan ini, sekedar pengingat untuk saya dan agar
menjadi pelajaran bagi kita semua maklum saya orang yang pelupa sekeras apapun
saya mencoba mengingat sesuatu yang telah lalu dan usang dalam hidupku, harus
ku akui aku juara 1 dari belakang jika itu berhubungan dengan ingatan. Setelah saya
pikir-pikir hanya kejadian yang memalukan yang pernah saya lakukan yang biasa
teringat di kepalaku ini,,,,
Arghhhh...
seandainya bisa memilih aku bakal mengbuang jauh-jauh ingatan-ingatan memalukan
itu dan menggantinya dengan ingatan bahagia bahkan aku lebih memilih ingatan
sedih soalnya ingatan memalukan membuatku selalu susah tidur bahkan tidak bisa
tidur semalaman suntuk kalau saya mengingatnya lagi, apa lagi kalau saya
bertemu dengan orang-orang yang bersangkutan sedangkan kalau kejadian sedih aku
bisa mengontrol pikiranku, atau dengan marah dan nangis bebannya bisa berkurang
kalau malu ??? saya salut deh dengan orang yang tak tahu malu bisa-bisanya
pikiran mereka tidak terganggu....
Baiklah, kembali ke laptop maksudnya kisah
utamanya....
Kisah
Ini tentang sebuah keluarga, sejujurnya saya tidak bisa ceritakan selengkapnya
bahkan intinya saya takut untuk bercerita. Kalau cerita mengenai keluarga ini dikampungku
sudah menjadi rahasia umum, jika anda mendengar ceritanya secara utuh bahkan
ini lebih dramatis dibandingkan sinetron dengan tema yang hampir sama kalau
disinetronkan episodenya mungkin lebih dari seribu episode jika kisahnya
diungkap dari anak pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam dan bahkan
sampai cucunya. Narasumber saya saja menceritakan kepada saya selama 2 malam baru bisa tuntas, itupun dengan
singkat cerita, jadi nggak kebayang kalau di tulis...
Aghhh..
Sungguh sangat takut memulai menulisnya,,,,
Kepala
keluarga di keluarga ini entah bagaimana menceritakannya susah menyimpulkannya,
utamanya susah untuk membuat kata-kata terbaik dalam mendiskripsikannya. Dia menurut
pandangan saya orang yang ramah pernah saya berpapasan dia menyapa saya dengan
senyum dan menanyakan kemana tujuan saya pergi (suatu kebiasaan warga bahkan
keharusan kalau untuk saya ketika kita berpapasan ataukah lewat di depan rumah tetangga
).
Aku
harus benar-benar minta maaf untuk menulis ini, Dia si bapak ini terkenal
keras, dan banyak yang bilang dia membeda-bedakan perhatiannya kepada anaknya
saya tidak akan menceritakan bagaimana pembeda-bedaannya dan mengapa, saya juga
tidak akan menuliskan siapa yang salah karena bahkan dari cerita yang saya
dengar saya takut untuk menyimpulkannya. Dia memiliki 6 orang anak mereka semua
sudah berkeluarga. Ada salah satu anaknya yang bahkan ( maaf...) diusir dari
rumahnya beberapa tahun yang lalu yang dulunya tinggal dibawah rumah ayahnya
kini ia pindah di rumah bibinya, kata orang dari masa mudanya anak ini memang
kurang disayang kalau dibandingkan dengan saudaranya yang lain, selain dari ayahnya dia
juga bercekcok dan tidak disukai oleh saudara-saudaranya,. Selain si anak ini,
masih banyak percekcokan diantara saudara-saudaranya saya tidak akan menulis
alasan-alasan percekcokannya. Mulanya ada beberapa yang tinggal bersama orang
tuanya namun entah lah mereka satu persatu meninggalkan rumah ayahnya ini,
pikir saja yang terbaik karena mereka sudah berkeluarga. Akhir – akhir ini
orang ini sakit parah, sebenarnya penyakitnya ini sudah lama katanya akibat
mendulang emas di perantauannya dulu. Beberapa bulan terakhir ini dia bahkan
hanya bisa terbaring lemas, pernah kami menjenguknya waktu dia dioperasi kebetulan
di makassar keaddaannya tidak bisa saya deskripsikan namun dia terlihat tegar
dengan senyum yang ada di wajahnya, dia bersama istrinya yang setia. Beeberapa minggu
ia di rawat dokter angkat tangan akan penyakitnya jadi dia dipulangkan di
rumahnya. Pernah saya lewat di rumahnya setelah pemulangannya saya hanya bisa
tersenyum dengan kepedihan membandingkan keadaan rumah ini di masa kecil saya,
masih saya ingat satu kata yang bisa saya ungkapkan dengan ingatan saya kala
itu adalah “rame”. Gambar yang teringat dalam memori saya di kolam terbukanya
salah satu anaknya mencuci sekali-kali menoleh untuk menanggapi
pernyataan-pertanyaan saudaranya yang da di belakangnya lagi menggendong
anaknya, anaknya yang lain ada di teras rumah
bercanda tawa menina bobokan anaknya, ada yang dibawah kolong rumah (rata-rata
rumah di kampungku adalah rumah panggung). Sekarang rumah ini terlihat tak berpenghuni walau sia
ayah ini bersama istrinya yang setia ada di dalamnya. Katanya anak-anaknya
sesekali saja bahkan ada yang tak pernah sekalipun datang menjenguknya.....
HhHaaaa....
Hari
ini kep[ala keluarganya berpulang ke Rahmatullah, dalam hal ini saya takut
bercerita, takut apa yang saya ceritakan adalah aib orang yang sudah meninggal ya..
ALLAH maafkan aku,,, hanya saja kisah ini pelajarannya sangat penting bagi saya
kadang saya juga mengalami percekcokan dengan saudara saya tapi terima kasih
ALLAH, ENGKAU selalu mempersatukan kami kembali. Sebnarnya intinya belum say
ceritakan, inti ceritanya harusnya pada kematian bapak ini pagi ini namun aku
tak sanggup, aku terlau takut untuk menulisnya sampai di titik ini aku berfikir
pa ini hal yang baik kurasa tulisan ini sejenak harus saya simpan, saking
banyaknya berfikir menuliskan kata demi kata yang terbaik untuk dituliskan
kepala bahkan punggung saya sakit...
Ya
ALLAH maafkan lah hamba-MU ini jika ini hal yang tidak baik...
Untuk
keluarga ini terutama untuk bapak aku memohon maaf menulis tentang kisah anda
maafkanlah saya sebesar-besarnya saya hanya ingin ini menjadi pelajaran bagi
kami semua,,,
Maaf
jika menyakiti hati kalian dan saya doakan setulusnya sejujurnya dari lubuk
hati saya yang terdalam semoga jiwa anda diterima disisi-NYAdan dibukakan pintu
surga...
Ah....
aku menetesekan air mata selalunya itu kelemahanku
No comments:
Post a Comment