BAB
I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Kita
semua telah mengetahui bahwa alam indonesia memang terkenal dengan kekayaan
hayati dan hewaninya yang sangat memungkinnya sebagai bahan dasar obat alami
.Bumi Indonesia menurut dunia pewayangan dikenal sebagai bumi yanggemah
ripah loh jinawi lan thukul kang sarwo tinandur. Banyak tanaman obatyang
hidup liar di hutan dan di lautan belum dijamah oleh tangan manusia
demikesejahteraan bangsa. Sebagian memang telah dimanfaatkan dan
dibudidayakanserta diteliti secara mendalam oleh para ilmuwan.
Sejak
lama masyarakat telah mengenal dan memanfaatkan obat-obat
alamiah yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral. Mereka
meramu dan meraciknya sendiri atas dasar
pengalaman yang diwariskan secara
turun-temurun oleh generasi sebelumnya.
Namun
banyak dari kita, orang indonesia yang tidak tahu bagaimana cara mengolah
kekayaan hayati dan hewani tersebut menjadi suatu bahan obat yang bisa memberi
manfaat yang sangat baik dalam menyembuhkan penyakitbahkan khasiatnya mungkin
lebih baik dibandingkan obat dari bahan kimia. Oleh karena itu perlu kita
ketahui tentang suatu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara pengolahan baha-
bahn alami tersebut menjadi suatu sediaan obat, yang kita kenal dengan ilmu
galenika : Ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat) obat
dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).
I. 2 Tujuan
·
Untuk mengetahui pengertian ilmu
galenika
·
mengetahui jenis-jenis sediaan galenika
·
untuk mengetahui cara-cara penarikan
simplisia
I. 3 Rumusan Masalah
·
Apakah yang dimaksud ilmu galenika ?
·
Apa saja jenis-jenis sediaan galenika ?
·
Bagaimanakah cara-cara penarikan
simplisia ?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
ilmu galenika adalah Ilmu yang mempelajari tentang
pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam
(tumbuhan dan hewan). (ilmu resep)
Sediaan galenik adalah sediaan
yang di buat dari bahan baku hewan atau tumbuhan yang di ambil sarinya. (Anonim,2011)
Zat-zat yang tersari (berkhasiat) biasanya terdapat dalam sel-sel bagian
tumbuh-tumbuhan yang umumnya dalam keadaan kering.Cairan penyari masuk kedalam
zat-zat berkhasiat utama dari pada simplisia yang akan di ambil
sarinya,kemudian, zat berkhasiat tersebut akan terbawa larut dengan cairan
penyari, setelah itu larutan yang mengandung zat berkhasiat dipisahkan dari
bagian simplisia lain yang kurang bermanfaat.
(http://en.wikipedia.org)
Sediaan galenika yang
menggunakan metoda khusus adalah seperti Infusum Hyoscyami Oleosum, Solutio Carbonis detergens atau Liquor Carbonatis detergens (Licadet). (anonim, 2010)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
sediaan galenik
1. Derajat
kehalusan
Derajat kehalusan ini
harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang terkandung tersebut di
sari.Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan
sebaliknya.
2. Konsentrasi
/ kepekatan
Beberapa obat yang
terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas konsentrasinya agar
kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.
3. Suhu
dan lamanya waktu
Harus disesuaikan
dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau tidak.
4. Bahan
penyari dan cara penyari
Cara ini harus
disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke dalam
simplisia. (ilmu resep)
Bentuk-bentuk sediaan galenik :
·
Hasil Penarikan : Extracta, Tinctura, Decocta / Infusa
·
Hasil Penyulingan/ pemerasan : Aqua aromatika, olea velatilia (minyak
menguap), olea pinguia (minyak lemak)
·
Syrup. (ilmu resep, 2006)
Sediaan galenik dapat
digolongkan berdasarkan cara pembuatanya sebagai berikut:
1.
Aqua aromatica
2.
Extracta
3.
Sirupi dan
4.
Spiritus aromatic. (anonim, 2010)
BAB
III
PEMBAHASAN
III . 1 Apa Itu Ilmu Galenika
?
Istilah
galenika di ambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius Galenos (GALEN)
yang membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga
timbulah ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.
Jadi
Ilmu Galenika adalah : Ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan
(preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan
hewan).
Tujuan
dibuatnya sediaan galenik :
1. untuk memisahkan
obat-obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat.
2. membuat suatu
sediaan yang sederhana dan mudah dipakai
3. agar obat yang
terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan yang lama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
sediaan galenik
·
Derajat kehalusan
Derajat kehalusan ini
harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang terkandung tersebut di
sari.Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan
sebaliknya.
·
Konsentrasi / kepekatan
Beberapa obat yang
terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas konsentrasinya agar
kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.
·
Suhu dan lamanya waktu
Harus disesuaikan
dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau tidak.
·
Bahan penyari dan cara penyari
Cara ini harus disesuaikan dengan sifat
kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke dalam simplisia.
III . 2 Sediaan Galenika
Sediaan galenik adalah sediaan yang di buat dari bahan baku hewan atau
tumbuhan yang di ambil sarinya.
Zat-zat yang
tersari (berkhasiat) biasanya terdapat dalam sel-sel bagian tumbuh-tumbuhan
yang umumnya dalam keadaan kering.Cairan penyari masuk kedalam zat-zat
berkhasiat utama dari pada simplisia yang akan di ambil sarinya,kemudian, zat
berkhasiat tersebut akan terbawa larut dengan cairan penyari, setelah itu
larutan yang mengandung zat berkhasiat dipisahkan dari bagian simplisia
lain yang kurang bermanfaat.
Bentuk-bentuk
sediaan galenik :
·
Hasil Penarikan : Extracta, Tinctura, Decocta / Infusa
·
Hasil Penyulingan/ pemerasan : Aqua aromatika, olea velatilia (minyak
menguap), olea pinguia (minyak lemak)
·
Syrup.
Sediaan galenik dapat digolongkan berdasarkan cara pembuatanya sebagai
berikut:
1. Aqua aromatica
2. Extracta
3. Sirupi dan
4. Spiritus aromatici
Sediaan galenika yang menggunakan metoda khusus adalah seperti Infusum
Hyoscyami Oleosum, Solutio Carbonis detergens atau Liquor Carbonatis detergens (Licadet).
Tingtur (Tinctura)
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi
atau perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa
kimia dalam pelarut yang tertera pada masing – masing monografi. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk
zat berkhasiat keras.
Jika dalam monografi
tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan
kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan cairan
penyari secukupnya.
Penyimpanan Dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Sediaan tingtur harus
jernih, untuk bahan dasar yang mengandung harsa digunakan cairan penyari etanol
90% dan pada umumnya cairan penyari adalah etanol 70%.
Tingtur yang mengandung
harsa / damar adalah Mira Tinctura, Asaefoetida Tinctura, Capsici Tinctura,
Tingtur Menyan.
Pembagian
Tinctur
1.
Menurut
Cara Pembuatan
A. Tingtur Asli
Adalah tingtur yang
dibuat secara maserasi atau perkolasi.
Contoh :
Tingtur yang dibuat
secara maserasi
1.
|
Opii Tinctura
|
FI III
|
|
2.
|
Valerianae Tinctura
|
FI III
|
|
3.
|
Capsici Tinctura
|
FI II
|
|
4.
|
Myrrhae Tinctura
|
FI II
|
|
5.
|
Opii Aromatica Tinctura
|
FI III
|
|
6.
|
Polygalae Tinctura
|
Ext.
FI1974
|
|
Tingtur yang dibuat
secara perkolasi, contoh :
B.
Tingtur
Tidak Asli (Palsu)
Adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan
bahan dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.
1.
|
Iodii Tinctura
|
FI III
|
2.
|
Secalis Cornuti Tinctura
|
FI III
|
2.
Menurut
Kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari)
·
Tingtur
Keras
Adalah
tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia yang berkhasiat keras
·
Tingtur Lemah
Adalah tingtur
yang dibuat menggunakan 20 % simplisia yang tidak berkhasiat keras. Contoh :
3.
Berdasarkan
Cairan Penariknya
a. Tingtura
Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether atau campuran aether dengan
aethanol. Contoh : Tingtura Valerianae Aetherea.
b. Tingtura Vinosa, jika cairan yang
dipakai adalah campuran anggur
dengan
aethanol. Contoh : Tinctura Rhei Vinosa (Vinum Rhei).
c. Tinctura
Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai sebagai cairan
penarik
ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh : pada pembuatan Tinctura Acida
Aromatica.
d. Tinctura
Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air, contoh :
Tinctura
Rhei Aquosa.
e.
Tinctura Composita
Ekstrak (Extracta)
Adalah
sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau
hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung.
Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.
Cairan
penyari yang dipakai adalah air, eter dan
campuran etanol dan air
Cara
Pembuatan
Penyarian :
·
Penyarian
simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan
dengan air mendidih.
·
Penyarian
dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi.
·
Penyarian
dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
1. Maserasi
Lakukan
maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur, suling atau uapkan maserat
pada tekanan rendah pada suhu tidak leih dari 50 0C hingga
konsistensi yang dikehendaki.
2. Perkolasi
· Lakukan
perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura. Setelah perkolator ditutup
dan dibiarkan selama 24 jam biarkan cairan menetes, tuangi massa dengan cairan
penyari hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak
meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada
suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki
· Pada pembuatan
ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya
diuapkan hingga 0,2 bagian campur dengan perkolat pertama.
·
Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga
dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.
· Ekstrak yang
diperoleh dengan penyari air hangatkan segera pada suhu kurang lebih 90 0C,
enapkan, serkai. Uapkan serkaian pada takanan rendah pada suhu tidak lebih dari
50 0C hingga bobotnya sama dengan bobot simplisia yang digunakan.
· Enapkan di
tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan pada tekanan rendah pada suhu tidak
lebih dari 50 0C hingga konsentrasi yang dikehendaki.
· Penyimpanan :
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
· Untuk ekstrak
kering dan kental perkolat disuling atau diupkan dengan tekanan rendah pada
suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.
Contoh – Contoh Ekstrak
1.
Ekstrak
Belladonae
Cara
pembuatan : perkolasi 100 bagian serbuk belladon
(85/100) dengan campuran etanol encer dan larutan dalam air asam asetat 2% v/v
volume sama sehingga alkaloida tersari sempurna yang diperiksa dengan cara
sebagai berikut :
Kocok kuat-kuat campuran 3 ml eter, 5
tetes amonia encer dan 2 ml perkolat. Uapkan 2 ml lapisan eter, larutkan sisa
dalam 1 tetes H2SO4 encer, kemudian tambahkan 5 tetes air
dan 1 tetes larutan kalium tetraiodida hidrargyrat (II) tidak terjadi
kekeruhan. Suling etanol dengan perkolat, biarkan di tempat sejuk selama 24
jam. Tambahkan talk, saring, cuci sisa dengan 100 bagian air. Uapkan filtrat
menurut cara yang tertera pada extracta hingga diperoleh ekstrak kental.
Ekstrak ini berkadar 1,3% alkaloida.
Penyimpanan
:
Ekstrak belladon dapat disimpan dalam persediaan dalam bentuk serbuk kering
yang dibuat sebagai berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian
pati beras atau laktosa, keringkan pada suhu tidak lebih dari 30 0C,
tambahkan sejumlah pati beras atau laktosa hingga tepat 3 bagian. Sisa dalam wadah
berisi zat pengering.
2.
Ekstrak
Hiosiami (Hyosyami Extractum)
Cara
pembuatan : sama dengan cara pembuatan
Belladonae Extractum yang dibuat dari
serbuk hiosiamin
Ekstrak hiosiami kental disimpan dalam
persediaan dalam bentuk serbuk yang dibuat sebagai berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian
pati atau laktosa keringkan pada suhu tidak lebih dari 80 0C,
tambahkan sejumlah pati atau laktosa kering hingga tapat 3 bagian. Simpan dalam
wadah berisi zat pengering.
3.
Ekstrak
Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum)
Cara
pembuatan : penyarian dilakukan dengan air mendidih kemudian diuapkan hingga
kering.
Infus (Infusa)
Adalah
sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu
90 0C selama 15 menit.
Cara
Pembuatan
Campur
simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya,
panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 0C
sambil sekali-sekali di aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat
sediaan infus :
1.
Jumlah
simplisia
2.
Derajat
halus simplisia
3.
Banyaknya
ekstra air
4.
Cara
menyerkai
5.
Penambahan
bahan-bahan lain
·
untuk
menambah kelarutan
·
untuk
menambah kestabilan
·
untuk
menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain.
1.
Jumlah
Simplisia
·
Kecuali
dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras di buat
dengan menggunakan 10 % simplisia.
·
Kecuali
untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk membuat 100 bagian
infus, digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah ini :
Kulit kina
|
6 bagian
|
Daun digitalis
|
0,5 bagian
|
Akar ipeka
|
0,5 bagian
|
Daun kumis kucing
|
0,5 bagian
|
Sekale kornutum
|
3 bagian
|
Daun sena
|
4 bagian
|
Temulawak
|
4 bagian
|
. Banyaknya Air Ekstra
Umumnya
untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak 2 kali berat
simplisia. Air ekstra ini perlu karena
simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam keadaan kering.
Cara Menyerkai
·
Pada
umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang mengandung
minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus asam jawa dan
infus simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas.
·
Untuk
decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut dalam
keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.
·
Infus
daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena mengandung zat
yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak
larut dalam air dingin.
·
Untuk
asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan air hingga
massa seperti bubur.
·
Untuk
buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.
·
Bila
sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil derajat
kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama / sediaan galenik dengan
bahan yang sama.
Air Aromatik (Aqua Aromatica)
Adalah
larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang beraroma dalam air. Diantara air
aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang lemah, tetapi terutama digunakan
untuk memberi aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet.
Air
aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai bahan asal, bebas bau
empirematic atau bau lain, tidak berwarna dan tidak berlendir.
Cara pembuatan :
1. larutkan minyak atsiri
sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi dalam 60 ml etanol 95%.
2.
tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml
sambil dikocok kuat-kuat.
3.
tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.
4.
encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.
Etanol
disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air. Talc berguna
untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan menyempurnakan pengendapan
kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.
Selain
cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku lain juga mencantumkan
aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia secara
penyulingan sesudah diambil minyak atsirinya.
Aqua
aromatik yang diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak atsiri secara
destilasi dapat dicegah pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah
tertutup rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.
Pemerian
aqua aromatika : cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa tidak boleh
menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.
Syarat
untuk resep : jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat sebelum digunakan.
Penyimpanan
: dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Khasiat : zat tambahan.
Air aromatika yang
tertera dalam FI II ada 3 yaitu :
1. Aqua Foeniculi, adalah larutan
jenuh minyak adas dalam air. Aqua foeniculi dibuat dengan melarutkan 4 g oleum foeniculi dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air sampai
100 ml sambil dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.
Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.
Pemerian,
penyimpanan sama seperti aqua aromatik.
Syarat untuk resep : seperti aqua aromatik dan sebelum digunakan harus
disaring lebih dahulu.
2. Aqua Menthae Piperitae = air
permen, adalah larutan jenuh minyak permen dalam air.
Cara
pembuatan : lakukan pembuatan menurut cara yang tertera pada aqua aromatika
dengan menggunakan 2 g minyak permen.
Pemerian,
penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.
3. Aqua Rosae = air mawar, adalah
larutan jenuh minyak mawar dalam air. Cara pembuatan : larutkan 1 g minyak
mawar dalam 20 ml etanol, saring. Pada filtrat tambahkan air secukupnya hingga
5000 ml, saring.
Pemerian,
penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatika.
Minyak
Lemak (Olea Pinguia)
Adalah
campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan gliserin (gliserida asam
lemak bersuku tinggi).
Cara-cara
mendapatkan minyak lemak
1.
diperas
pada suhu biasa, misalnya : oleum arachidis, oleum olivae, oleum ricini
2.
diperas
pada suhu panas, misalnya : oleum cacao, oleum cocos
Syarat-syarat untuk
minyak lemak antara lain :
1.
harus
jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat sesudah dihangatkan
(diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.
2.
kecuali
dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam CHCl3,
Eter dan Eter minyak tanah.
3.
Harus
memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-minyak asing
lainnya, senyawa belerang dan logam berat.
Penggunaan minyak lemak
:
1.
Sebagai
zat tambahan
2.
Sebagai
pelarut, misalnya : sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-lain, anti
racun, untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut lemak, lalu
segera diberi pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang larut dalam lemak
maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.
3.
Sebagai
obat, misalnya : oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.
Minyak lemak dibagi
dalam dua golongan :
1.
minyak-minyak
yang dapat mengering misalnya : oleum lini, oleum ricini.
2.
minyak-minyak
yang tidak dapat mengering, misalnya : oleum arachidis, oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum
sesami.
Penyimpanan minyak lemak
:
Kecuali dinyatakan
lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, terlindung dari
cahaya.
Contoh-contoh minyak
lemak :
1.
Minyak
kacang = Oleum Arachidis
Adalah
minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh dengan pemerasan biji arachidis
hypogeae L yang telah dikupas.
2.
Minyak
coklat = Oleum Cacao
Adalah lemak
padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma cacao L yang telah
dikupas dan dipanggang.
3.
Minyak
kelapa = Oleum Cocos.
Adalah minyak lemak yang
di peroleh dengan pemerasan panas endosperm cocos nucipera L yang telah di
keringkan.
Minyak Atsiri (Olea Volatilia)
Minyak
atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea Volatilia adalah
campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara
penyulingan atau perasan simplisia segar maupun secara sintetis. Minyak atsiri
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun, bunga, kulit buah, buah atau
dibuat secara sintetis.
Sifat-sifat minyak
atsiri :
1.
mudah
menguap
2.
rasa
yang tajam
3.
wangi
yang khas
4.
tidak
larut dalam air, larut dalam pelarut organik.
5.
minyak
atsiri yang segar tidak berwarna, sedikit kuning muda.
Warna
coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam minyak atsiri
tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni tidak
berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena
adanya : klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning
coklat terjadi karena adanya penguraian.
Pemerian :
· Cairan jernih
· Bau seperti bau
bagian tanaman asal.
· Penyimpanan :
dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dan ditempat
sejuk.
Identifikasi :
1.
teteskan
1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.
2.
pada
sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan
uap tidak terjadi noda transparan
3.
kocok
sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume sama, biarkan memisah, volume
air tidak boleh bertambah.
Cara-cara memperoleh minyak atsiri :
A.
Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih
dapat
dikatakan primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang
mempunyai kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan
minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan. Contoh : minyak jeruk
B.
Cara
penyulingan ( destilasi).
1.
Cara
langsung ( menggunakan api langsung)
Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam
sebuah bejana di atas pelat yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang
naik melalui lubang dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar
dengan uap air di tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan
bakal yang sedikit, karena jumlah air yang akan menjadi uap dan membawa serta
minyak terbatas jumlahnya.
2.
Cara
tidak langsung ( destilasi uap)
Bahan
yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di tambah dengan air.
Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana lain. Cara ini dapat
digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar terutama bahan bakal yang
mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.
Dari
ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan, yaitu
air dan minyak atsiri.
Letak
minyak atsiri dan air tergantung pada berat jenisnya. Jika Bj minyak atsiri
> Bj air maka minyak atsiri berada di bawah dan sebaliknya.
Ke
dua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa air dapat di
keringkan dengan menggunakan zat - zat pengering, contoh: Na2SO4
exicatus.
Pengeringan
sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan adanya sisa air tersebut minyak
atsiri cepat rusak / menjadi tengik.
Bila lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di tambahkan NaCl
jenuh untuk menarik airnya
3.
Cara Enfleurage
· Biasanya untuk
minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan untuk kosmetik. Daun
bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu dilapisi dengan lemak atau
gemuk. Dibiarkan beberapa lama, tergantung dari jenis daun yang diolah,
contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian daun bunga diangkat, diganti dengan yang
segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu benar-benar jenuh dengan minyak atsiri.
Biasanya lemak itu dapat digunakan untuk 30 kali.
· Kemudian lapisan
lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak atsiri akan larut,
sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat dipisahkan dari minyak
atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling secara vacum (dengan alat
evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan alkohol fortior sebab waktu
diuapkan, uap air akan membawa minyak atsiri.
Cara ini dapat
digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri yang rendah dan
tidak tahan pemanasan.
Syarat – syarat minyak atsiri
1. Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu
setelah pemanasan.Kejernihan dapat dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes
minyak atsiri keatas permukaan air, permukaan air tidak keruh.Minyak menguap
umumnya tidak berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna aslinya. Oleum
bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut kedalamnya. Oleum
kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat penyulingnya terlarut
kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau kuning kecoklatan karena
sudah terurai atau teroksidasi.
2. Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.
3.
Minyak
atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas minyak lemak. Hal ini
dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas perkamen tidak meninggalkan
noda transparan.
4.
Harus
kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga minyak akan
berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok sejumlah minyak atsiri
dengan larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama, biarkan memisah, volume air
tidak boleh bertambah.
5.
Bau
dan rasa seperti simplisia.
Bau
diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10 ml air.
Rasa diperiksa dengan mencampur satu
tetes minyak atsiri dengan 2 gram gula.
Contoh-contoh
minyak atsiri :
1. Oleum foeniculi (minyak adas)
Cara pembuatan :
Penyulingan uap
buah masak Foeniculum vulgaris Mill varietas a
vulgare dan b-dulce.
2. Oleum Anisi (minyak adas manis)
Cara pembuatan :
Penyulingan uap
buah kering Illicium verum Hook dan buah kering Pimpenilla anisum
L (fam : Magnoliaceae)
3. Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)
Cara pembuatan :
Penyulingan
pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari tanaman Eugenia caryophyllata
Syrup (Sirupi)
Adalah
sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12
H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
Cara pembuatan sirup :
Buat
cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga
diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.
Cairan
untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari :
1.
aqua
destilata : untuk sirupus simplex.
2.
hasil-hasil
penarikan dari bahan dasar :
a.
maserat
misalnya sirupus Rhei
b.
perkolat
misalnya sirupus Cinnamomi
c.
colatura
misalnya sirupus Senae
d.
sari
buah misalnya rubi idaei
3.
larutan
atau campuran larutan bahan obat misalnya : methydilazina hydrochloridi
sirupus, sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang mengandung campuran vitamin
.
·
pada
pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di
tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia
·
Kecuali
dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan
metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet
lain yang cocok.
·
Kadar
gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan
terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.
·
Bj
sirup kira-kira 1,3
·
Pada
penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi glukosa dan
fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.
·
Pemanasan
sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula invert.
·
Gula
invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang
polarisasi kekiri.
·
Gula
invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur
dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi
dari bahan obat.
·
Pada
sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi
jamur, meskipun jamur tidak mati.
·
Bila
kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep,
sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
·
Untuk
mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya
nipagin.
·
Kadang-kadang
gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.
Hal
ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk
ferro menjadi bentuk ferri.
Gula invert disini dipercepat
pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
·
Bila
cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam
botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus
sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan
tanpa pemanasan.
·
Maksud
menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.
Ada beberapa cara menjernihkan sirup :
1.
Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup .
Didihkan sambil
diaduk,
zat putih telur akan menggumpal karena panas.
2.
Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring
kotoran sirup akan melekat ke kertas saring.
Cara memasukkan sirup ke dalam botol.
Penting untuk kestabilan
sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya sirup disimpan
dengan cara :
1.
Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering.
Tetapi pada pendinginan ada
kemungkinan terjadinya cemaran
sehingga terjadi juga penjamuran.
2.
Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (
karena sterilisasi ) sampai penuh
sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian
gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang
menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3.
Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan
30 menit apakah tidak berakibat terjadinya gula invert.
Maka
untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan metil paraben
0,25% atau pengawet lain yang cocok.
III
.3 Penarikan (Extraction)
Extractio
adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang umumnya zat
berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak berubah.
Istilah
extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan
menggunakan cairan penarik/ pelarut. Cairan penarik yang dipergunakan disebut
menstrum, ampasnya disebut marc atau faeces. Cairan yang dipisahkan disebut
Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.
Umumnya
extractio dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat berkhasiat atau
zat-zat lain untuk keperluan tertentu.. Zat-zat berkhasiat tersebut antara lain
alkaloida, glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak. Disamping itu
terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein, pectin,
selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu
dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam extractio.
Tujuan
utama extractio adalah :untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat pengobatan
sebanyak mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, supaya lebih mudah
digunakan dari pada simplisia asal. Begitu juga penyimpanan dan tujuan
pengobatannya terjamin sebab pada umumnya simplisia terdapat dalam keadaan
tercampur yang memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-cairan penarik
tertentu yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan
pengolahannya.
Suhu
penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan, suhu penarikan untuk :
Maserasi : 15
– 25 0C
Digerasi : 35
– 45 0C
Infundasi : 90
– 98 0C
Memasak : suhu mendidih
Dalam
beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat, simplisia perlu diolah
terlebih dahulu, Misalnya mengawal lemakkannya seperti: Strychni, Secale
cornuti; atau menghilangkan zat pahitnya seperti : Lichen islandicus.
Supaya zat-zat yang
tidak berguna / merusak tidak ikut tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang
berkhasiat.
Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :
1.
Dengan
memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan berkhasiatnya mudah larut,
sedangkan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan penyari
tersebut.
2.
Dengan
menarik / merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat terbanyak
larutnya.
3.
Dengan
menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan berkhasiat dari
sipmlisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit
atau tidak larut.
4.
Dengan
memurnikan / membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara ilmu alam
maupun ilmu kimia.
Jadi kesimpulan dalam extractio
ini adalah memilih salah satu cara penarikan yang tepat dengan cairan yang
pantas dan memisahkan ampas dengan hasil penarikan yang akan menghasilkan
sebuah preparat galenik yang dikehendaki.
Simplisia
yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang juga yang segar.
Untuk kemudahan simplisia yang kering ini dilembabkan terlebih dahulu / di
maserer dalam batas waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini ditentukan
derajat halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya, sehingga menyebabkan
proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih cepat dari pada melalui
dinding-dinding sel yang utuh (proses osmose).
Cara
– Cara Penarikan
1. Maserasi
Adalah
cara penarikan sari dari simplisia
dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa
yaitu pada suhunya 15-25 0C. Maserasi juga merupakan proses
pendahuluan untuk pembuatan secara perkolasi.
2.
Digerasi
Cara
penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan cairan penyari pada suhu
35o – 45o. Cara ini sekarang sudah jarang dilakukan
karena disamping membutuhkan alat-alat tertentu juga pada suhu tersebut
beberapa simplisia menjadi rusak.
3. Perkolasi
Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Cara-cara
perkolasi :
1.
perkolasi
biasa
2.
perkolasi
bertingkat, reperkolasi, fractional percolation
3.
perkolasi
dengan tekanan, pressure percolation
4.
perkolasi
persambungan, continous extraction, memakai
alat soxhlet.
Hal-hal
yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah :
1.
mempersiapkan
simplisianya : derajat halusnya.
2.
melembabkan
dengan cara penyari : maserasi I
3.
jenis
perkolator yang dipergunakan dan memper-siapkannya
4.
cara
memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya di maserer dalam perkolator
: maserasi II
5.
pengaturan
penetapan cairan keluar dalam jangka waktu yang ditetapkan.
A. Perkolasi Biasa
Simplisia
yang telah ditentukan derajat halusnya direndam dengan cairan penyari, masukkan
kedalam perkolator dan diperkolasi sampai didapat perkolat tertentu. Untuk
pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian tertentu, untuk ekstrak cair
disari sampai tersari sempurna. Perkolasi umumnya digunakan untuk pengambilan
sari zat-zat yang berkhasiat keras.
Gambar
Perkolator :
perkolator
|
perkolasi
biasa
|
perkolasi
kontinyu
|
B. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi
Reperkolasi
adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi dipakai beberapa perkolator. Dengan
sendirinya simplisia di bagi-bagi dalam beberapa porsi dan ditarik tersendiri
dalam tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga bagian dalam tiga
perkolator, perkolat-perkolat dari tiap perkolator diambil dalam jumlah yang
sudah ditetapkan dan nantinya
dipergunakan sebagai cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada
perkolator yang kedua dan ketiga.
Cara
Kerjanya :
§ Isi perkolator
pertama–tama dilembabkan, dan ditarik
seperti cara memperkoler biasa, tetapi perkolatnya ditentukan dalam beberapa
bagian dan jumlah volume tertentu, misalnya : 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc,
300 cc, 300 cc bagian yang pertama perkolat A (200 cc) adalah sebagian sediaan
yang diminta dan perkolat selanjutnya disebut susulan pertama.
§ Perkolator kedua
dilembabkan simplisianya dengan perkolat A (susulan pertama), akan diperoleh
perkolat-perkolat dalam jumlah-jumlah dan volume tertentu, dengan catatan
perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc,
bagian pertama perkolat (300 cc) adalah sebagian dari sediaan.
§ Perkolator
ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B bagian kedua 200 cc dan
seterusnya sampai terdapat nantinya sebanyak 500 cc, terlihat disini bahwa
perkolat A bagian pertama, lebih kecil volumenya dari perkolat B bagian
pertama, tetapi sebaliknya perkolat A bagian-bagian berikutnya lebih besar
volumenya dari perkolat-perkolat B. Hasilnya ialah:
-
perkolat A pertama 200 cc
-
perkolat B pertama 300 cc jumlah 1000 cc
-
perkolat C pertama 500 cc
Keuntungan
pertama pada reperkolasi ialah preparat yang terdapat dalam bentuk pekat dan berarti penghematan menstrum. Tetapi
reperkolasi ini tidak dapat dipergunakan untuk ekstraksi sampai habis. Secara
resmi reperkolasi dipergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang
simplisianya mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan atau rusak oleh
pemanasan.
C. Perkolasi Dengan Tekanan
Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil sehingga cara perkolasi biasa tidak dapat dilakukan. Untuk itu perlu ditambah alat penghisap supaya perkolat dapat turun ke bawah.Alat tersebut dinamakan diacolator.
BAB 1V
PENUTUP
IV. 1 Kesimpulan
·
Ilmu Galenika adalah : Ilmu yang
mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan
dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).
·
Bentuk-bentuk sediaan galenik :
1. Hasil
Penarikan : Extracta, Tinctura,
Decocta / Infusa
2. Hasil
Penyulingan/ pemerasan : Aqua aromatika,
olea velatilia (minyak menguap), olea pinguia (minyak lemak)
3. Syrup.
·
cara-cara
penarikan simplisia
1. maserasi
2. digerasi
3. perkolasi
IV. 2 Saran
Hendaknya dalam membuat sediaan
galenik kita bekerja secara serius dan hati-hati
DAFTAR PUSTAKA
Farmakope Edisi III Departemen Kesehatan RI tahun 1995.
Syamsuni, A. 2006. “Ilmu Resep”. Jakarta : EGC
Farmakope Edisi IV Departemen Kesehatan RI
http://en.wikipedia.org.
Anonim. 2011. Penggolongan Sediaan Galenika.
No comments:
Post a Comment